Meluruskan Menara Masjid Jami' Yang Miring

KIM Kepel Pasuruan





Masjid jami’ al-Anwar adalah pusat
peribadatan terbesar di Kota
Pasuruan. Hal ini dapat ditinjau dari
banyaknya masyarakat yang suka
beri ’tikaf, shalat jamaah dan ibadah
yang lainya, yang mana memang
setiap hari tidak pernah pasang
surut di dalamnya.
Ditambah lagi
dibelakang masjid jami ’ al-Anwar ini
terdapat makam para Auliya’illah
Pasuruan di antaranya adalah: KH.
Mas. Imam Bin Thohir, KH. Abdul
Hamid, al-Habib Ja ’far Bin Syaikhon
as-Segaf (guru Kyai Hamid), dan
banyak lagi para Auliya ’ yang lain di
sana. Hubungan Masjid Jami’ al-
Amwar dengan para Auliya’ yang
dimakamkan dibelakangnya tersebut
sangatlah kental, dan kalau berbicara
masalah Auliya ’ dan Masjid Jami’ al-
Anwar, tidak lengkap rasanya kalau
kita tidak berbicara tentang sejarah
yang bersangkutan dengan masjid
ataupun seseorang yang
berpengaruh dalam sejarah
berdirinya masjid tersebut.
Sebut saja nama Kyai Hamid,
memang pada zamannya (zaman
Kyai Hamid) seluruh masalah yang
ada selalu dirujukkan kepada beliau.



Dahulu, waktu proses
pembangunan masjid kebanggaan
umat Pasuruan, para takmir masjid
juga punya rencana ingin
membangun menara. Setelah
musyawarah akhirnya tempat yang
cocok dibuat menara sudah
diputuskan yakni disebelah selatan
masjid, dalam musyawarah
tersebut ada seseorang yang
mengusulkan agar memeriksakan
tanah yang akan dibangun itu ke
laboratorium di Surabaya terlebih
dahulu, hal ini ditujukan agar dapat
diketahui apakah tanah itu dapat
menahan goncangan ketika ada
gempa atau tidak.
Penggalian pondasi yang
pertamapun dilakukan, dan ketua
takmir pada waktu itu mengambil
segenggam tanah dan ditaruh
didalam tas kresek.
Setelah itu tak
lama kemudian tas kresek yang
berisi tanah tersebut langsung
dibawa ke Surabaya. Ketika sampai
di tempat yang dituju, tas kresek
yang berisi tanah itu langsung
diberikan kepada para ilmuan disitu
dan ternyata hasilnya nihil serta tidak
dapat dideteksi karena takmir masjid
Pasuruan kurang tahu tentang
masalah tanah yang akan
diperiksakan itu. Tanah yang dibawa
tadi sudah terkena udara atau
tercampur dengan suatu benda atau
zat-zat yang lainya sehingga tidak
bisa diperiksa. Sedangkan tanah
yang dibawa oleh ketua takmir
masjid jami ’ al-Anwar ini hanya
dibungkus tas kresek, dan pastinya
tanah yang dibawa itu juga telah
tercampur dengan udara luar atau
sudah tidak steril lagi.
Akhirnya ketua takmir pulang dan
menceritakan hal yang terjadi
kepada seluruh takmir yang lainnya.

Musyawarah yang keduapun
dilakukan, dan pokok
pembahasannya kali ini adalah,
apakah pembangunan terus
dilakukan ditempat itu atau dipindah
pada tempat yang lainnya. Tak lama
kemudian, sudah ada keputusan
bersama bahwasannya
pembangunan tetap dilakukan di
tempat tersebut.
Esok harinya pembangunan menara
masjid jami ’ al-Anwar sudah mulai
digarap dan selesai dengan batas
hari yang telah ditentukan.
Rampungnya pembuatan menara
tersebut ternyata masih menyisakan
sedikit kecemasan dalam hati para
takmir, para takmir masih kuatir
akan kekokohan menara tersebut.

Alhasil, keesokan harinya salah
seorang takmir melihat menara
masjid jami ’ itu seperti doyong
(miring) ke arah selatan. Melihat itu
semua para pengurus takmir masjid
langsung bermusyawarah kembali
untuk mengambil kesepakatan
apakah menaranya dibongkar atau
tidak. Di sepanjang jalannya
musyawarah ternyata banyak
kesimpang siuran pendapat yang
mengakibatkan mengalami
kebuntuan dalam menemukan
jawaban dan pada akhirnya setelah
musyawarah usai hasilnya tetaplah
nihil.

Keesokan harinya ketua ta’mr
masjid jami’ melihat menara masjid
kembali, dan ternyata kecondongan
menara itu bertambah,
kecemasanpun semakin bertambah.
Ketika ketua takmir itu merenungkan
masalah, ada seorang takmir yang
memberikan solusi, “bagaimana
kalau kita sowan ke Kyai Hamid
barangkali diberi solusi yang tepat
sama beliau ”. Tanpa pikir panjang
akhirnya kedua takmir itupun
langsung bergegas menuju
kediaman Kyai Hamid yang
lokasinya tak begitu jauh dari
masjid. Ketika bertemu dengan Kyai
Hamid kedua takmir itu
mencurahkan segala kegundahan
mereka terkait dengan masalah
menara masjid jami ’. Akhirnya
Kyaipun menyuruh mereka berdua
pulang sembari berkata, “wes
sampean moleo engkok tak
dunga ’no”(ya sudah anda berdua
saya do’akan, ujar beliau.

Setelah takmir masjid Jami’ al-
Anwar itu sowan ke Kyia Hamid,
keesokan harinya terjadi gempa
bumi yang kurang lebih selama 3
menit. Semua masyarakat
bertambah panik, mereka semua
takut akan menara yang sudah
miring itu jadi roboh menimpa
rumah penduduk, akan tetapi
setelah gempa tersebut apa yang
terjadi, bukannya menara yang
roboh melaikan menara masjid
Jami ’ yang tepat berada di jantung
kota Pasuruan tersebut menjadi
lurus seketika. Apakah ini berkat do’a
romo Kyai Hamid? Wallohu a’lam…
(zen)

Sumber: Gus Ali Ahmad Sahal
http://salafiyah.org/

Post a Comment

0 Comments