Sengonisasi
Sebelum pekebun ramai-ramai
membudidayakan anggota famili
Mimosaceae itu, Departemen
Kehutanan meluncurkan program
sengonisasi pada 1989. Tujuannya
untuk menyelamatkan dan
melestarikan hutan serta lahan.target 300.000 ha, realisasi
Dari
penanaman hanya 35.039 ha.
Pekebun yang mendapat benih
gratis dalam program itu memanen
sengon pada 1997-1998 ketika
pohon berumur 7-8 tahun.
Ikin Sodikin, pekebun di Kotamadya
Banjar, Jawa Barat, memanen 5.500
pohon pada 1997 hasil program
sengonisasi. Ia memperoleh 2.000
m3 kayu senilai Rp250-juta. Omzet
menjulang itulah yang mendorong
pria kelahiran 11 Januari 1954 getol
mengebunkan sengon di lahan 50
ha. Ia tak menyangka bakal meraup
pendapatan besar.
Persis yang dialami Shandy
Lazuardi, pekebun di Cimanggis,
Kotamadya Depok, Jawa Barat.
Sepuluh tahun silam ia 'iseng-iseng'
menanam 40 bibit sengon di lahan
kritis. Ia praktis tak memberikan
perawatan berarti hingga
Paraserianthes falcataria itu tumbuh
besar. Seorang pengepul yang
kebetulan lewat kebun sengon
terpikat dan langsung menawar.
Jadilah, pohon itu ditebang oleh
sang pengepul dan Lazuardi
mengantongi Rp24-juta. Kisah
selanjutnya mudah ditebak,
alumnus Institut Pertanian Bogor itu
memperluas penanaman sengon
hingga 110.000 bibit.
Tak semua pekebun menapaki jalan
mulus seperti Undang Syaefudin,
Dian Hadiyanto, dan Asep Halimi.
Beragam rintangan menghadang
pekebun sengon buat meraup laba.
Peluang memetik laba besar bakal
terhambat jika pekebun tak
mengetahui informasi harga seperti
dialami Zaenal Abidin. Mahasiswa
pascasarjana Universitas Islam
Negeri Gunungjati Bandung itu pada
pertengahan Juli 2008 memanen
1.000 pohon.
Dengan tinggi rata-rata 20 m dan
berdiameter 30 cm, pohon-pohon
itu menghasilkan 800 m3. Pengepul
cuma membayar total Rp25-juta.
Artinya, guru Madrasah Ibdidaiyah
itu menerima harga Rp31.250 per
m3. Padahal saat ini harga kayu
sengon di tingkat pekebun mencapai
Rp450.000 per m3. Meski demikian
Zaenal Abidin tetap merasa untung.
'Bibitnya tidak beli. Biaya produksi
rendah, paling hanya mencabuti
gulma yang saya lakukan sendiri,'
ujar pekebun di Buniwati,
Kecamatan Surade, Kabupaten
Sukabumi, itu.
Pasokan langka
Pengguna sengon juga menemukan
hambatan berupa langkanya
ketersediaan bahan. Itu dialami oleh
PT Daya Sempurna Cellulosatama,
produsen kertas di Bekasi, Jawa
Barat. Bertahun-tahun perusahaan
yang berdiri pada 1976 itu
memanfaatkan sengon sebagai
bahan baku pulp. Kadar selulosa
yang tinggi dan berserat panjang
menyebabkan sengon bagus
sebagai bahan baku kertas.
Menurut Gunawan Surya, direktur
pabrik, saat ini sulit menerima
pasokan sengon lantaran kayu itu
banyak dibutuhkan beragam
industri. Menurut Gunawan , Daya
Sempurna Cellulosatama
memerlukan 6.000 ton kayu
sengon per bulan. Yang terpasok
cuma 1.000 ton. Itulah sebabnya, ia
menghentikan penggunaan sengon
sebagai bahan baku. Dulu, pada
1983-1900-an, pasokan sengon ke
Daya Sempurna Cellulosatama
lancar lantaran industri perkayuan
tak melirik sengon. Namun, ketika
sengon kini menjadi primadona sulit
memenuhi kebutuhan itu.
Kendala lain adalah terbatasnya
benih berkualitas. Padahal, benih
menentukan mutu kayu. Anggapan
bahwa sengon dapat 'tumbuh
sendiri' tak sepenuhnya benar.
Sebab, jika dibiarkan tumbuh tanpa
perawatan berarti sengon menjadi
incaran hama dan penyakit. Awal
2007 uret alias larva kumbang itu
meluluhlantakkan 190 pohon milik
Muhdiyono. Serangannya
serempak, hingga pekebun di
Karangwuni, Kecamatan Pringsurat,
Kabupaten Temanggung, itu tak
sempat menyelamatkan sengon-
sengon berumur 2 bulan.
2 Comments
Telp:
0856-4900-4535
081-249-757-424
Pertumbuhan sengon solomon jaguar lebih cepat besar.